[ cerpen ] Peron Masa Lalu

Masih sangat pagi, udara masih terasa dingin, embun-embun masih mencoba bersatu untuk kemudian berguguran, belum ada angin yang cukup kecil untuk menghentakan dedaunan, udara masih terlalu malas untuk bergerak, tapi aku aku sudah duduk disini, seperti batu dan membeku, disamping pohon kecil gerbang stasiun.

Apa yang bisa dilakukan seorang laki-laki demi seorang wanita? Hal-hal bodoh seperti ini? aku sudah berada disini dari dua jam yang lalu.

***

Kemarin aku bertemu dengannya tanpa disengaja disebuah pusat perbelanjaan, mencari kado untuk bibinya yang baru melahirkan, sebuah kebetulan, takdir. Takdir yang dihindari semua orang. Dan saat ini aku tepat berada didepan stasiun, menunggu jam 5 pagi, berniat menemaninya hingga kereta itu membuat jarak diantara kami semakin jauh. 

Setelah dua tahun, banyak yang berubah darinya, dia begitu murung, jelas sekali raut muka yang penuh kesendirian, hari-hari yang ia lalui ditempat baru, suatu tempat yang jauh.

Sejak lulus dari sekolah menengah, kami memang sudah tak berkomunikasi lagi, pada awalnya kami masih bisa berbalas pesan, namun .. semuanya berakhir saat kami memiliki kesibukan masing-masing. Aku sibuk dengan kuliahku dan dia menjadi tulang punggung keluarganya, menggantikan kakanya yang sudah berkeluarga. Sungguh takdir yang pahit bagi seorang yang baru lulus sekolah menengah. 

***

Akupun melihat jam analog pada tangan kiriku, pukul 04.00. Masih terlalu pagi, kami berjanji bertemu jam 5 pagi distasiun ini. Aku ingin melihatnya datang dan pergi untuk yang terakhir kalinya. Akan sangat menyakitkan memang, namun ini adalah hal yang tak ingin aku lewatkan, nasib apa yang menunggu kami didepan. Kepahitan apa yang akan kami hadapi didepan, aku harap dia mengambil jalan yang berbeda, bahagia selamanya seperti dalam dongeng.

Aku pun terus melihat orang-orang yang mulai ramai berdatangan, orang-orang dengan penuh kesibukan, mereka berlari-lari kecil, kadang aku tertawa kecil, betapa lucunya setiap orang yang begitu keras mengejar dunia, yah... bagaimanapun aku salah satunya. 

Lamunanku kemudian terbuyar dengan bunyi telpon yang begitu mengganggu. siapa ini? private number, euh.. kenapa harus disaat seperti ini.

"Halooo..." .Dengusku pada akhirnya.
"Dimana?". Ujar suara seorang wanita diujung telepon.

Saat itu juga aku yakin dia yang menelpon.

"Diluar.. !!!". Jawabku gugup.

***

5 menit kemudian aku sudah berada didalam stasiun, mencari sosok wanita yang pertama ku temui 5 tahun yang lalu itu. Dia masih terlihat sama, wajah paniknya yang datar, benar-benar khas, bahkan jika aku melihat satu juta pasang mata dalam waktu yang sama, mata khasnya takkan tertukar dengan yang lain. Haha.. benar-benar bualan yang bagus.

Aku mendekatinya dari belakang, berniat memberi kejutan kecil.

"Mencari seseorang?". Candaku sambil melihat geli wajah kagetnya yang polos.
"Ih..". Dia hanya memukul pundakku dengan kesal. Kamipun mencari tempat duduk untuk mengobrol sejenak.

"Jadi,,, berangkat jam berapa?". Aku memulai penderitaan.
"Sebentar lagi, sudah sangat telat". Ujarnya sambil menunduk murung.

Dia memang memiliki sifat yang unik, datang telat adalah salah satu sifatnya. Tidak pernah tepat waktu. Aku menyukainya.

Namun, saat ini ia benar-benar terlihat sangat menyesal dengan kebiasaannya itu. Aku tahu, dia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi. Tapi bagaimana, saat ini dia benar-benar tidak bisa.

"Emm.. jadi, ceritakan tentang semua yang ada ditempat baru!". Tanyaku mencoba menghiburnya.
 "Emm.. bangun pagi-pagi, berangkat pagi-pagi dan.....". Dia pun mulai asyik bercerita.

Entahlah, saat itu aku tak terlalu mendengarkan, aku hanya ingin melihatnya lebih lama, melihat gerakan mata dan wajahnya. Dan saat itu juga aku menyadari tak akan bertemu lagi dengannya. Aku masih ingat saat pertama kali bertemu dengannya, haha... wanita yang biasa-biasa saja, wanita yang menjadi pilihan terakhir jika harus kupilih. Namun ia benar-benar lembut dan tulus. Seorang wanita yang sederhana dan apa adanya. Benar-benar tipeyang unik, aku tak tahu bagaimana harus menggambarkannya selain dengan satu kalimat "aku menyukainya". 

"Tersedia di jalur dua, kereta tujuan....". Suara keras dari speaker distasiun itu terdengar begitu menyakitkan, membuyarkan obrolan kami, membuatnya kembali murung, sial... takdir macam apa ini.

"Jadi.. kita benar-benar akan terpisah kan?". Kenapa kata-kata bodoh seperti itu yang terucap dari mulutku.

Dia pun memandangku sayu, menjulurkan tangannya dengan lemah.

"Bersalaman?". Ucapnya menyesal.

Akupun hanya tersenyum dan membalas tangannya, kami bersalaman cukup lama hingga akhirnya kami berdiri bersamaan.

Aku melepas tangannya dengan berat hati, aku tak ingin membuatnya menangis dengan menahan keadaan ini lebih lama.

"Sepertinya pintunya sudah dibuka dari tadi". Ucapku mengusir.

Dengan berat hati kemudian dia membelakangiku, melangkahkan kakinya menjauhiku, menjauhi masa depan kami.

Dia hanya berdiri disana, dibelakang pintu kereta yang akan membawanya kemasa depan yang tak terlihat. Dia tak berusaha mencari tempat duduk. Kami saling bertatapan tanpa berkata apa, dia melambaikan tangan saat pintu kereta mulai tertutup, aku benar-benar tak membalasnya sampai pintu kereta tertutup, klakson dengan suara raksasa itu mulai berbunyi, kereta itu bergerak perlahan kemudian. Aku mulai melangkah mengikuti pergerakannya, menggerakkan kakiku dengan langkah perlahan. 

Sekarang dia menempelkan tangannya di kaca pintu kereta, aku melihat senyumnya yang sayu sama seperti matanya, aku mengangkat tangan dan melambaikan tanganku saat ia mulai menjauh, menjauh dari masa depan kami.

***
 
Kini ia benar-benar hilang dari pandanganku, yang ku ingat, ia sama sekali tak menangis, benar-benar gadis yang kuat. Dia pernah berjanji tidak akan menangis pada siapapun. Jadi aku sangat terkejut saat mendengarnya menangis pada malam itu, ada apa.

***

Sudah 3 tahun sejak kejadian itu, aku semakin sering melewati stasiun dimana kami bertemu untuk yang terakhir kalinya, berharap aku melihatnya diantara kerumunan orang-orang itu.

~ FIN ~

2 DAYS TODAY (Chapter 01)



2 DAYS TODAY

Wednesday 14:37 PM
Seorang pria berjas hitam datang dengan terengah-engah, membawa secarik kertas yang sudah terbakar sebagian, pria itu menghampiri sebuah ruangan dan mendorong pintu didepannya dengan kuat hingga membanting keinding, ia menatap orang yang berada diruangan itu, yang tampaknya sedang berbicara dengan seseorang ditelpon, dengan sikap yang gugup pria yang keningnya dipenuhi keringat itu memberikan kertas yang iremasnya dengan kuat kepada seorang pria berperawakan tegap, berkumis tipis dan tercukur rapi, memperlihatkan kharismanya yang kuat dengan tatapan tajam kesegala arah, bener-benar tatapan tanpa ampun, ya.. pria paling dihormati ditempat itu, yang pintu ruangannya ia banting dengan keras.
“Inspektur Brad, aku menemukan kertas ini ditempat kejadian, nyaris terbakar tapi masih bisa kuselamatkan”.
Pria paruh baya itu kemuian menatap kertas tersebut dengan tatapan kosong, seolah melihat seseuatu yang mengerikan dan tak mampu ia bayangkan seperti apa kengerian yang mungkin terjadi dari tempat dimana kertas itu ditemukan.
“Sial, dimana tempatnya?” ujar pria paruh baya itu pada akhirnya.
                “Distrik A inspektur, distrik A” sahut pria yang masih mencoba menghela napas itu dengan reaksi yang penuh ketakutan.
                “Kerahkan semua unit yang ada.. tidak, panggil semua unit tidak peduli apa yang mereka kerjakan, aku ingin semua orang didepartemen ini berkumpul disana”. Ujar sang inspektur dengan nada yang tegas.
15 menit kemudian inspektur brad sudah berada dilokasi kejadian, ia melangkah di antara reruntuhan dengan suasana yang penuh kebisingan. “Kacau sekali, benar-benar seperti dineraka”, dengusnya dengan kesal.
“Seperti kau pernah keneraka saja”. Cletuk seorang pria muda dari arah belakang.
“Apa lagi yang lebih buruk dari ini”. Balas inspektur brad dengan tenang.
“Menyerah saja, ini sudah yang kedua kalinya kan? Apa yang kau dapatkan? Kertas-kertas lusuh itu”. Sindir pria muda itu dengan semangat.
“2 pengeboman, 37 orang meninggal, ratusan lainnya dirumah sakit, dan belasan lainnya sedang ditangisi keluarganya dirumah sakit karena kritis, jangan ingatkan aku soal detail dari kasus ini, dan kau tahu apa yang kudapatkan? Ya.. dua lembar kertas lusuh dari tempat kejadian perkara, jika kau pikir ini petunjuk maka ya.. aku suah mendapatkan petunjuk”. Jawab Inspektur Brad ketus.
Pria muda itu menghela napas “kau tahu yang kupikirkan brad, kau terlalu idealis, kau harus mulai menangkap seseorang jika ingin kasus ini berakhir, tidak perduli apakah kau punya bukti atau tidak, pergilah kesuatu tempat dan tangkaplah seseorang”.
“Kau benar-benar pria muda yang brengsek Steve, sebaiknya kita pergi dari sini, sudah cukup dengan puing-puing dan tempat sialan ini”.
Akhirnya mereka berdua pergi dari TKP dan masuk kedalam mobil yang sama, sebagai yang lebih muda, steve yang menyetir, mereka Nampak mengobrol serius ketika mobilnya mulai melaju. Steve Clay, pria muda yang baru dimutasi dari new York ini memang sangat menonjol an dikenal tak punya rasa hormat, dia bukan tipe pria yang menuruti perintah siapapun, tapi ia memiliki orang-orang yang ia kagumi, orang-orang yang ia bisa ikuti perkataannya, dialah inspektur Brad, orang yang ia anggap sudah seperti ayahnya sendiri, sejak ayahnya meninggal dalam tugas sewaktu steve duduk dibangku SMP, ia mulai bercita-cita menjadi penegak hokum, cita-cita yang memuakkan bagi orang-orang dilingkuangannya.

Wednesday 16:02 PM
“Kenapa sekarang kita berada diruangan sempit ini, bukankah kau tak suka berada dikantor, terlalu banyak tekanan disini kan?” Sindir steve kepada rekannya yang sedang bermuka suram itu.
“Menurutmu apa artinya symbol dikertas ini?. Tanya inspektur brad acuh.
“Lambang salib, Kristen? Agama? Palang merah? Mungkin sesuatu seperti itu, atau mungkin tujuan pengeboman selanjutnya, kau ingat ditempat kejadian pertama kita menemukan kertas bergambar topi, kemudian sebuah sekolah dasar disudut kota meledak”. Balas steve santai.
“Jadi orang macam apa yang melakukan hal ini? Seorang pembenci agama tertentu? Jika ya,, bukankah target selanjutnya adalah sebuah gereja?”. Ujar inspektur brad serius.
“Mungkin, meski rasanya terlalu cepat mengambil kesimpulan”. Balas steve sambil meminum kopi kaleng.
Cukup lama terjadi keheningan, hingga akhirnya seorang petugas diruangan tersebut menerima telpon dengan wajah yang penuh kengerian. “Inspektur… sebuah bom meledak disebuah gereja diselatan”. Ujar petugas itu pada akhirnya.
Steve dan inspektur Brad kemudian bertatapan untuk beberapa detik. “sialan,, sial…”. Gumam inspektur Brad sambil mengambil mantelnya dari kursi sambil berlari keluar ruangan yang kemudian diikuti oleh steve dengan cekatan, benar-benar hari yang buruk bagi mereka berdua.

Wednesday 17:42 PM
Inspektur Brad dan steve sudah berada dilokasi pengeboman, gereja itu benar-benar hancur pada bagian samping, beton-beton yang menjadi dinding dari bangunan itu Nampak kehilangan kekokohannya saat menjadi puing-puing yang berserakan dilantai, kayu-kayu dibagian atap Nampak masih terbakar, api-api merah Nampak begitu bersemangat melahap kayu-kayu tua itu dengan semangat, sungguh suasana yang Nampak seperti neraka, petugas pemadam kebakaran terus mengeluarkan orang-orang dengan luka bakar, orang-orang terus berkerumun dibelakang garis polisi dengan penuh kengerian atas apa yang dilihatnya.
Inspektur brad hanya terdiam melihat kengerian yang terjadi didepannya, bagaimana hal ini bisa terjadi didepannya, 3 pengeboman dalam sehari, bagaimana ia bisa mengakhiri pengabdianya sebagai polisi, bagaimana ia akan berpidato dihari ia melepaskan jabatannya beberapa minggu lagi, apa kata-kata dramatis yang bisa ia katakana dengan kencang, apa dia bisa mendapatkan tepuk tangan yang pantas, bagaimana seseorang yang akan pension mendapatkan kasus dihari-hari akhir masa jabatannya, sungguh sial.
“Sungguh hari yang buruk kan?”. Ujar steve memecah lamunan inspektur Brad.
“Cobalah untuk serius steve. Orang-orang terus mati didepan kita”. Ketus inspektur brad tanpa menoleh kearah steve.
“Apa menurutmu kamera diujung jalan sana bisa memberikan jawaban?”. Ujar steve sampil melihat kearah toko makanan diseberang jalan.
“Aku harap ada gambar-gambar buram tentang pelakunya disana steve”. Inspektur Brad mengatakannya sambil berjalan kerah toko. Steve pun mengikutinya tanpa dikomando.  

***BERSAMBUNG***
 

Woman in Potrait

Hari itu aku menangis sepanjang perjalanan, entah apa yang membuat hati ini terasa perih, perasaan macam apa ini? mengerti apa seorang anak 9 tahun soal rasa sakit?, sambil sesekali menghapus air mata pada pipiku yang tercampur dengan air hujan, aku terus berlari, keluar dari jalan raya dan memasuki jalan setapak yang berlumpur, aku tak perduli lagi kemana langkah kakiku mengarah, ketebing? kehutan? entahlah... yang kuinginkan saat ini hanyalah berlari dan berlari, berlari sampai kakiku patah karenanya.

Tanpa sadar jalan ini terasa semakin sempit, suara-suara bising kendaraan sudah tak terdengar lagi, rasa gatal mulai terasa pada lengan dan leherku, ranting-ranting mulai memukul-mukul saat aku berlari, lalu dengan perlahan aku mulai tersadar dari lamunanku. Dimana ini? apa aku terlalu jauh berlari? dimana? sekarang aku sudah melupakan alasan kenapa aku pergi dan menangis, sekarang aku hanyalah seorang anak kecil yang tersesat dan kebingungan, Ibu... apa kau mengejar dibelakangkau? jika iya.. maka cepatlah, bawa aku pulang, gumamku dalam langkah-langkah kecil penuh keraguan. Kemudian aku berlari kembali, menerobos sebuah semak-semak didepanku, berharap aku menabrak dinding sebuah rumah dan diselamatkan oleh penghuninya, namun.... pemandangan yang kulihat hanya sebuah perkebunan pisang yang sangat luas.

***

Mengerikan, kenapa aku bisa berada ditempat seperti ini, pikirku terus sambil berjalan diantara pohon-pohon pisang yang teduh dan berair, meneteskan sisa-sisa air mata dari kepedihan langit hari itu.

Jalan setapak ini terus aku susuri, berharap jalan itu akan berakhir disebuah bangunan, rumah, gudang, pabrik atau apapun selama ditempat itu aku bisa menemukan orang lain yang bisa menyelamatkanku.

Dan akhirnya, aku terpaku ketika jalan itu benar-benar berakhir, benarkan, benar-benar berakhir disebuah rumah, rumah yang sangat besar, begitu besar dan tua.

***

Akupun melangkah kearah teras sambil berharap seseorang akan menyapaku, namun tempat itu terasa begitu sepi, lantainya dipenuhi dengan dedaunan yang terbawa angin dari pohon-pohon disekitarnya. Dinding-dindingnya yang sebagian terbuat dari kayu mulai keropos, catnya mengelupas dan warnanya sterlihat sangat kusam, begitu kusamnya seolah ia memperlihatkan kesedihan atas kenangan-kenangan indah rumah ini dimasa lalu.

Akhirnya ketukan pertamaku pada pintu rumah tua itu, kemudian yang kedua dan ketiga disusul dengan teriakan serakku setelah menangis ditengah hujan, "apakah ada orang?", "apa aku boleh masuk?". Lama berteriak membuatku secara tak sadar telah melewati pintu rumah yang tak terkunci itu dan berada didalamnya, akupun terus memberanikan diri melangkah lebih dalam, semua sudut ruangan dirumah itu terasa hidup, semua lampu-lampu yang jelas telah meninggalkan masa kejayaannya itu seolah menatap tajam padaku dan berkata "kau akan menyesalinya".

Tidak ada apapun dirumah itu selain perabotan dan hiasan-hiasan yang sangat klasik, seolah rumah seorang kolektor barang-barang antik, disudut ruangan ketiga yang aku masuki, terlihat sebuah benda diatas meja yang tertutupi oleh kain putih, aku tahu ini bukanlah hal yang baik, tapi aku ingin membukanya, siapapun pasti memaklumi kenakalan anak kecil, jadi aku rasa tak masalah membukanya.

Aku tercengang melihat apa yang ada dibalik kain putih yang berdebu itu, sebuah lukisan, tapi siapa? siapa anak kecil yang berada dalam lukisan ini? seorang anak yang berusia sekitar 5 tahun, didandani seperti wanita bangsawan eropa pada abad pertengahan, memakai topi lebar yang menutupi sebagian keningnya, menatap lusuh kesetiap arah ruangan, dia seoalah menyapa ku dan berteriak "selamatkan aku". Aku terjatuh, lututku terasa lemas. Perasaan apa ini?

***

Cukup lama aku terduduk hingga akhirnya aku memutuskan untuk berdiri dan menutup lukisan itu kembali, tapi rasanya aku terlau takut, takut wanita dalam lukisan itu tidak ingin aku menutupnya. Kemudian aku berlari kearah tangga, menaikinya dan sekarang aku berada dilantai 2, kaca-kaca jendela yang berlumut dan buram, jaring laba-laba yang memenuhi setiap sudut ruangan menambah kesan horor didalamnya, anak kecil macam apa yang berada disituasi seperti ini gumamku. Kengerianku kemudian terhenti saat melihat papan nama pada sebuah pintu yang bertuliskan "My Lovey Mary". Apa itu kamar gadis dilukisan tadi?

***

Aku mendorongnya sekuat tenaga hingga tersungkur jauh kedalam ruangan itu, ah.. ini kamar perempuan, jelas terlihat dari pernak-pernih didalamnya, boneka-boneka, buku-buku dengan sampul tebal dengan gambar-gambar peri didepannya. Benar-benar anak gadis yang bahagia pikirku. Akupun kemudian mengacak-ngacak kamar itu seperti seorang kriminal.

Aku menemukan banyak poto-potonya, aneh sekali, kenapa dia selalu sendirian dipoto itu? Aku melamun cukup lama sampai suara langkah kaki membuyarkan lamunanku, ah.. ada orang, sebaiknya aku menghampirinya, oh tidak.. dia pasti akan marah setelah tahu apa yang kuperbuat, bagaimana.... bagaimana.. apa aku harus bersembunyi? langkah kaki itu terus mendekat dan....

Duaaakkk... suara jam beker terjatuh dari meja dekat tempat tidurku. Dan ah..... mimpi itu lagi, sangat mengerikan. Aku terbangun tepat jam 2 malam, udara masih sangat dingin, kenapa jam itu terjatuh? keringat memenuhi keningku dan .... apa ini? aku menggenggam sebuah kertas yang lusuh. Dengan perlahan aku membuka kertas yang sudah tercampur dengan keringat itu, lalu.... Ini... poto ini... mary ?

***

Sekarang aku harus berangkat pagi-pagi, banyak sekali hal yang harus diselesaikan ditempat kerja, yah.. menjadi editor sebuah penerbit memang dituntut untuk berlari bersama dengan jarum detik pada jam dinding. Ditambah, orang-orang dilingkuangan kerja yang lebih senang menyendiri membuat suasana disana begitu mengerikan, aku menggumam sepanjang perjalan hingga tanpa disadari aku sudah duduk dimeja kerja ku, benar-benar dunia yang cepat berlalu.

Kemudian kepala editor masuk keruangan pagi itu, sontak mengalihkan lamunanku yang sudah terlanjur dalam, tidak biasanya beliau datang sepagi ini. Dan.. siapa wanita itu?

"Selamat pagi..." Ucap kepala editor pada akhirnya. "Sepertinya kalian mendapat rekan kerja baru, tolong bantu dia untuk beradaptasi dan mengenali pekerjaanya". Ujar kepala editor ketus.
"Oh.. iya, siapa nama anda tadi?". Kepala editor menambahkan.

"Mary.. panggil saja saya mary!". Ucap gadis itu dengan yakin.

Aku hanya terdiam mendengar nama itu, apa aku masih bermimpi? kutukku pada apa yang sedang terjadi, apa ini lelucon, kenapa? kenapa? apa aku sedang berada dalam dongeng? novel penulis terkenal? atau mahakarya seorang pemenang nobel dibidang sastra?

"Eh...!". gadis itu kemudian menatapku dengan tatapan kosong, kemudian tersenyum manis. Kemudian kami bertatapan untuk beberapa waktu.

~ Fin ~
 
 

Nilai Yang Pantas Dipertahankan !

Suatu hari saat makan siang, seorang teman bertanya pada saya "Lu tu normal gak sih? Pernah nyium cewe?". Emm.. bagaimana ya menjawabnya haha... saya pun terdiam, tapi suasana tak berlalu begitu saja, "Kalo gitu, kita adain acara kepantai, kita bawa cewe masing-masing, buktiin kalo lu normal!". Haha.. tawa saya sekenanya *muka merah*, saya pun tertunduk berharap percakapan itu segera berakhir, berharap seseorang mulai membicarakan topik yang lain, berharap percakapan seperti itu tidak pernah terjadi.

Hey.. apa yang perlu dibanggakan dari "pernah mencium perempuan" apa yang perlu dibicarakan dari hal-hal intim itu pada orang lain. Tidak kah dunia ini mengerikan? Kenapa begitu banyak laki-laki yang mengambil sesuatu yang mulia dari seorang wanita dengan dalih kasih sayang? Benar-benar munafik kan? 

Haha.. sebagai seorang laki-laki saya terlalu munafik mengatakan hal seperti ini, tapi memang, saya juga manusia biasa, memiliki banyak salah dan masalah. Tapi setidaknya suatu "pandangan" yang salah harus tetap salah, dan sesuatu yang benar harus tetap benar. Dulu... berduaan antara perempuan dan laki-laki adalah hal yang tabu, namun sekarang bagaimana cara masyarakat pada umumnya melihat hal ini? biasa saja? acuh? kenapa...?

Apa moral manusia setiap harinya menurun? Apa moral manusia mulai kalah dengan yang namanya mayoritas? Jadi jika banyak orang yang "melakukan seseuatu" maka "sesuatu" itu menjadi sesuatu yang lumrah? Lihat bagaimana kegiatan suap menyuap dinegara ini menjadi sesuatu yang sangat lumrah, lihat bagaimana uang "damai" bisa diberikan secara terang-terangan dipinggir jalan, apa tidak ada yang melihat? Bukan... semua orang melihat hal yang salah setiap harinya, tapi... kita mulai menganggap hal itu sesuatu yang lumrah dan wajar, seseuatu yang jamak, sesuatu yang pada dasarnya salah tapi tetap kita biarkan, sesuatu yang tidak bisa diadili, karena saat ini.... kita melakukan hal-hal yang "salah" secara bersama-sama.

Nilai-nilai luhur seperti apa yang akan kita ceritakan pada penerus kita kelak? Apakah masih ada yang bisa kita banggakan dari moral dan nilai-nilai kehidupan kita saat ini?

Kucing Berbulu Orange

Hal yang paling mencolok dari tempat saya tinggal ketika sepi adalah adanya sesosok mahluk dengan tubuh melingkar dilantai dengan ekor yang menggeliat seperti cacing yang terkena garam, kucing manja dan pemalas yang selalu tidur dipojok pintu depan, menjaga agar pintu tersebut selalu terbuka, sangat mengganggu karena udara dingin masuk lewat pintu itu ketika malam, dan saya tidak punya cukup selimut untuk menghangatkan badan karenanya. Walau demikian, tak tega rasanya bila harus mengganggu kucing itu dari waktu istirahatnya yang panjang. Selain itu, dia kucing yang baik, tatapan matanya tidak terlalu terlihat cuek sebagaimana kucing manja pada umunya , kadang.. saya menghampiri kucing itu hanya untuk mengelus kepalanya atau sekedar iseng mencubit perutnya, asyik rasanya melihat kucing itu sedikit kesal, saya harap itu bisa menurunkan berat badannya yang tak terkontrol. 
Mungkin "enak" memiliki kehidupan seperti itu, bisa melakukan apapun yang kau mau, tidur seharian tanpa perlu memikirkan status sosial, bangkit dari tidur hanya jika kita lapar, sisanya hanyalah menghabiskan sisa hidup yang berjalan begitu lambat.
Apakah kita bisa seperti itu ? Menikmati hidup dengan lambat, sangat lambat...
Bisa, ya... bisa. Hanya saja... mungkin kita tak ditakdirkan untuk menjalani kehidupan yang seperti itu. Manusia ditakdirkan untuh hidup dan membuat sejarah. Itu artinya, kita harus melakukan hal yang berbeda bahkan dari manusia yang lainnya, bukan hanya berbeda dari mahluk yang lain. Membuat sejarah dengan melakukan hal-hal yang diluar kebiasaan, melakukan sesuatu yang patriot, yang kejam, bahkan kadang sesuatu yang tidak pantas dilakukan oleh manusia, itulah cara yang membuat seseorang hidup dan tertulis dalam sejarah, hanya saja, manusia memiliki aturan, manusia memiliki acuan yang menjadi pandangan akan sesuatu, apakah sesuatu menjadi baik atau buruk, sebagian manusia menjadikannya pedoman. Lalu... dengan cara apa kita akan tertulis dalam sejarah? sebagai orang baik, sebagai orang yang kejam atau bahkan tidak tercatat sama sekali. Kita sendiri yang membuatnya :D