Masih sangat pagi, udara masih terasa dingin, embun-embun masih mencoba bersatu untuk kemudian berguguran, belum ada angin yang cukup kecil untuk menghentakan dedaunan, udara masih terlalu malas untuk bergerak, tapi aku aku sudah duduk disini, seperti batu dan membeku, disamping pohon kecil gerbang stasiun.
Apa yang bisa dilakukan seorang laki-laki demi seorang wanita? Hal-hal bodoh seperti ini? aku sudah berada disini dari dua jam yang lalu.
***
Kemarin aku bertemu dengannya tanpa disengaja disebuah pusat perbelanjaan, mencari kado untuk bibinya yang baru melahirkan, sebuah kebetulan, takdir. Takdir yang dihindari semua orang. Dan saat ini aku tepat berada didepan stasiun, menunggu jam 5 pagi, berniat menemaninya hingga kereta itu membuat jarak diantara kami semakin jauh.
Setelah dua tahun, banyak yang berubah darinya, dia begitu murung, jelas sekali raut muka yang penuh kesendirian, hari-hari yang ia lalui ditempat baru, suatu tempat yang jauh.
Sejak lulus dari sekolah menengah, kami memang sudah tak berkomunikasi lagi, pada awalnya kami masih bisa berbalas pesan, namun .. semuanya berakhir saat kami memiliki kesibukan masing-masing. Aku sibuk dengan kuliahku dan dia menjadi tulang punggung keluarganya, menggantikan kakanya yang sudah berkeluarga. Sungguh takdir yang pahit bagi seorang yang baru lulus sekolah menengah.
***
Akupun melihat jam analog pada tangan kiriku, pukul 04.00. Masih terlalu pagi, kami berjanji bertemu jam 5 pagi distasiun ini. Aku ingin melihatnya datang dan pergi untuk yang terakhir kalinya. Akan sangat menyakitkan memang, namun ini adalah hal yang tak ingin aku lewatkan, nasib apa yang menunggu kami didepan. Kepahitan apa yang akan kami hadapi didepan, aku harap dia mengambil jalan yang berbeda, bahagia selamanya seperti dalam dongeng.
Aku pun terus melihat orang-orang yang mulai ramai berdatangan, orang-orang dengan penuh kesibukan, mereka berlari-lari kecil, kadang aku tertawa kecil, betapa lucunya setiap orang yang begitu keras mengejar dunia, yah... bagaimanapun aku salah satunya.
Lamunanku kemudian terbuyar dengan bunyi telpon yang begitu mengganggu. siapa ini? private number, euh.. kenapa harus disaat seperti ini.
"Halooo..." .Dengusku pada akhirnya.
"Dimana?". Ujar suara seorang wanita diujung telepon.
Saat itu juga aku yakin dia yang menelpon.
"Diluar.. !!!". Jawabku gugup.
***
5 menit kemudian aku sudah berada didalam stasiun, mencari sosok wanita yang pertama ku temui 5 tahun yang lalu itu. Dia masih terlihat sama, wajah paniknya yang datar, benar-benar khas, bahkan jika aku melihat satu juta pasang mata dalam waktu yang sama, mata khasnya takkan tertukar dengan yang lain. Haha.. benar-benar bualan yang bagus.
Aku mendekatinya dari belakang, berniat memberi kejutan kecil.
"Mencari seseorang?". Candaku sambil melihat geli wajah kagetnya yang polos.
"Ih..". Dia hanya memukul pundakku dengan kesal. Kamipun mencari tempat duduk untuk mengobrol sejenak.
"Jadi,,, berangkat jam berapa?". Aku memulai penderitaan.
"Sebentar lagi, sudah sangat telat". Ujarnya sambil menunduk murung.
Dia memang memiliki sifat yang unik, datang telat adalah salah satu sifatnya. Tidak pernah tepat waktu. Aku menyukainya.
Namun, saat ini ia benar-benar terlihat sangat menyesal dengan kebiasaannya itu. Aku tahu, dia hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi. Tapi bagaimana, saat ini dia benar-benar tidak bisa.
"Emm.. jadi, ceritakan tentang semua yang ada ditempat baru!". Tanyaku mencoba menghiburnya.
"Emm.. bangun pagi-pagi, berangkat pagi-pagi dan.....". Dia pun mulai asyik bercerita.
Entahlah, saat itu aku tak terlalu mendengarkan, aku hanya ingin melihatnya lebih lama, melihat gerakan mata dan wajahnya. Dan saat itu juga aku menyadari tak akan bertemu lagi dengannya. Aku masih ingat saat pertama kali bertemu dengannya, haha... wanita yang biasa-biasa saja, wanita yang menjadi pilihan terakhir jika harus kupilih. Namun ia benar-benar lembut dan tulus. Seorang wanita yang sederhana dan apa adanya. Benar-benar tipeyang unik, aku tak tahu bagaimana harus menggambarkannya selain dengan satu kalimat "aku menyukainya".
"Tersedia di jalur dua, kereta tujuan....". Suara keras dari speaker distasiun itu terdengar begitu menyakitkan, membuyarkan obrolan kami, membuatnya kembali murung, sial... takdir macam apa ini.
"Jadi.. kita benar-benar akan terpisah kan?". Kenapa kata-kata bodoh seperti itu yang terucap dari mulutku.
Dia pun memandangku sayu, menjulurkan tangannya dengan lemah.
"Bersalaman?". Ucapnya menyesal.
Akupun hanya tersenyum dan membalas tangannya, kami bersalaman cukup lama hingga akhirnya kami berdiri bersamaan.
Aku melepas tangannya dengan berat hati, aku tak ingin membuatnya menangis dengan menahan keadaan ini lebih lama.
"Sepertinya pintunya sudah dibuka dari tadi". Ucapku mengusir.
Dengan berat hati kemudian dia membelakangiku, melangkahkan kakinya menjauhiku, menjauhi masa depan kami.
Dia hanya berdiri disana, dibelakang pintu kereta yang akan membawanya kemasa depan yang tak terlihat. Dia tak berusaha mencari tempat duduk. Kami saling bertatapan tanpa berkata apa, dia melambaikan tangan saat pintu kereta mulai tertutup, aku benar-benar tak membalasnya sampai pintu kereta tertutup, klakson dengan suara raksasa itu mulai berbunyi, kereta itu bergerak perlahan kemudian. Aku mulai melangkah mengikuti pergerakannya, menggerakkan kakiku dengan langkah perlahan.
Sekarang dia menempelkan tangannya di kaca pintu kereta, aku melihat senyumnya yang sayu sama seperti matanya, aku mengangkat tangan dan melambaikan tanganku saat ia mulai menjauh, menjauh dari masa depan kami.
***
Kini ia benar-benar hilang dari pandanganku, yang ku ingat, ia sama sekali tak menangis, benar-benar gadis yang kuat. Dia pernah berjanji tidak akan menangis pada siapapun. Jadi aku sangat terkejut saat mendengarnya menangis pada malam itu, ada apa.
***
Sudah 3 tahun sejak kejadian itu, aku semakin sering melewati stasiun dimana kami bertemu untuk yang terakhir kalinya, berharap aku melihatnya diantara kerumunan orang-orang itu.
~ FIN ~